Sanitasi-Lingkungan dalam Kearifan Budaya Piil Pesinggiri
Menuju Desa Open Defecation Free (ODF)
ESAI NASIONAL
CHIESA RIZKI ADMINISTRASI NEGARA/1816041033
TRIA FADILLA SOSIOLOGI/1816011065
Sub Tema : Lingkungan
Indonesia memiliki kepadatan penduduk terbesar keempat di dunia. Seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk, diperlukan ketersediaan dan akses sumber
daya yang mampu menopang kehidupan manusia, salah satunya adalah air. Di
Indonesia sendiri, kondisi air dan sanitasi yang seharusnya merupakan kebutuhan
dasar masih menjadi permasalahan yang tak kunjung usai. Faktor lingkungan
menjadi salah satu problematika utama yang selalu berdampingan dengan isu air
dan sanitasi.
Dalam mengatasi tantangan dan permasalahan ini, komunitas internasional
difasilitasi oleh PBB mengadopsi 17 tujuan sebagai bagian dari agenda global baru
(new global agenda) yang dikenal dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau
Sustainable Development Goals (SDGs). Salah satunya adalah tujuan yang keenam
(SDGs 6) yaitu air bersih dan sanitasi dengan capaian utama menjamin ketersediaan
air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua orang. Artinya diperlukan
pemenuhan akses sanitasi layak dengan mengakhiri perilaku buang air besar
sembarangan yang menjadi intensi Indonesia pada tahun 2030 mendatang. Target
100% universal diajukan dalam upaya akses air bersih beserta peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, melalui program nasional yang diatur dalam Permenkes No.
03 tahun 2014 yaitu Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Pelaksanaan STBM merupakan suatu pendekatan untuk merubah perilaku
sanitasi dan kebersihan melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
pemicuan yang terdiri dari lima pilar utama yaitu; Stop Buang Air Besar
Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Air Minum dan Makanan
Rumah Tangga, Pengamanan Sampah Rumah Tangga, dan Pengamanan Limbah
Cair Rumah Tangga yang diharapkan akan mempermudah upaya memperbaiki
akses sanitasi masyarakat ke arah lebih baik diikuti perubahan perilaku dengan
mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat. Keberhasilan
STBM dapat dilihat dari tiga komponen yaitu penciptaan lingkungan yang
mendukung, peningkatan kebutuhan sanitasi, peningkatan penyediaan sanitasi, dan
pengembangan inovasi sesuai konteks wilayah.
Pada pilar pertama yang sekaligus merupakan kunci pembuka pencapaian
sanitasi aman, perilaku Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) atau
Open Defecation Free (ODF) memegang peranan penting dalam memutus rantai
penularan penyakit melalui kepemilikan jamban sehat sebagai sarana pembuangan
tinja yang efektif. Suatu masyarakat dikatakan ODF apabila ketika setiap individu
atau komunitas tidak lagi membuang tinja secara sembarangan. Sementara itu,
buang air besar sembarangan atau open defecation adalah perilaku buang air besar
yang dilakukan di tempat-tempat terbuka seperti semak, ladang, hutan dan sungai
(UNICEF, 2015). Sebagaimana dengan pendapat Chandra (2007), buang air besar
sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, udara, makanan,
dan perkembangbiakan lalat. Sesuai dengan model ekologi, lingkungan buruk akan
menyebabkan penyakit. Sehingga diperlukan upaya untuk memutus terjadinya
penularan penyakit yang dapat dilaksanakan dengan memperbaiki sanitasi
lingkungan, karena kualitas lingkungan sejalan dengan perilaku hidup bersih dan
sehat masyarakat.
Tangga perubahan perilaku masyarakat terhadap ODF akan berakhir pada
pencapaian sanitasi total. Sanitasi total merupakan suatu kondisi ketika masyarakat
sudah mempraktikkan perilaku higiene sanitasi secara permanen. Rangkaian
perubahan perilaku dari buang air besar sembarangan menuju sanitasi total
membutuhkan pemantauan, verifikasi yang berkelanjutan, dan evaluasi (Kemenkes,
2016:23). Verifikasi dilakukan bertujuan untuk membuktikan perubahan perilaku
masyarakat di suatu desa dalam melaksanakan STBM. Desa dikatakan terverifikasi
ODF ketika semua masyarakat melakukan buang air besar di jamban yang sehat,
tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar, adanya penerapan sanksi
peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadian buang air besar
sembarangan dan adanya mekanisme pemantauan umum yang dibuat masyarakat
(Kemenkes, 2016:114).
Pada laporan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Kementerian Kesehatan
2018 akses sanitasi di Indonesia sudah mencapai 75% dengan desa Open
Defecation Free (ODF) sebanyak 17.519 desa (Kemenkes RI, 2018). Sementara itu,
Provinsi Lampung memiliki akses sanitasi dengan persentase 72,18% yang artinya
sekitar 27,82% penduduk Lampung masih melakukan praktik buang air besar
sembarangan. Artinya, perlu upaya nyata berbasis pendekatan masyarakat yang
mampu mewujudkan lingkungan bersih, sehat, dan berkualitas. Oleh karena itu,
melalui inisiasi kegiatan Sanitasi-Lingkungan dengan pendekatan kearifan budaya
Lampung yaitu Piil Pesinggiri diharapkan seluruh desa dapat mencapai predikat
bebas buang air sembarangan atau ODF.
Piil Pesenggiri merupakan modal sosial yang memiliki makna mendalam
bagi masyarakat Lampung sebagai pedoman hidup karena memiliki arti harga diri,
prinsip-prinsip tentang kebersihan jiwa, sehingga dapat menciptakan suasana
kerukunan dalam keberagaman. Ada pun Piil Pesenggiri sebagai penyangga utama
filosofi disokong empat pilar yaitu Nemui Nyimah (Santun dan keterbukaan
terhadap hal dari luar), Nengah Nyappur (Membekali diri baik dari sisi intelektual
maupun spiritual, sehingga memiliki kemampuan dalam mengorganisasi isi alam
untuk kemudian dimanfaatkan secara optimal bagi kemakmuran masyarakat),
Bujuluk Buadek (Kerendahan hati dan kebesaran jiwa untuk saling menghormati
dalam keluarga maupun masyarakat) dan Sakai Sambaian (Sifat kooperatif atau
gotong royong).
Falsafah suku Lampung ini bisa diterapkan dalam program pencapaian
sanitasi aman khususnya gerakan bebas buang air besar sembarangan dengan
mengadopsi masing-masing dari nilai Piil Pesinggiri tersebut. Nilai yang pertama
yakni Nemui Nyimah didapati dengan masyarakat yang menerima kehadiran dari
pihak lain (baru) dalam upaya memperbaiki keadaan sebagaimana disini adalah
adanya kegiatan sanitasi-lingkungan. Nilai kedua yaitu Nengah Nyappur, kondisi
dimana masyarakat perlu memiliki rasa malu dari perbuatan buang air besar
sembarangan yang merusak lingkungan mengingat unsur alam memiliki peran
utama dalam kehidupan. Nilar ketiga yakni Bujuluk Buadek, respon masyarakat
dalam menerima segala bentuk nilai dari luar dengan kebesaran jiwa sehingga
tercipta keadaan yang sama-sama diharapkan. Terakhir adalah Sakai Sambaian
yang merupakan sifat yang penting dimana kegiatan gotong royong dioptimalkan
sebagai proses pembentukan masyarakat yang damai dengan kolaborasi multipihak.
Pada tahap perencanaan dan pelaksanaannya, kegiatan ini melibatkan
kolaborasi multipihak yaitu konsep pentahelix di mana pemerintah berperan
sebagai mitra strategis, kemudian private sektor, akademis yang diwakili oleh
civitas akademika universitas seperti departemen SDGs Center. Lalu keterlibatan
civil society berupa organisasi dan komunitas kepemudaan dengan menggerakkan
himpunan mahasiswa serta dukungan rekan media yang menyebarkan informasi
sanitasi-lingkungan secara lebih luas.
Gagasan inisiasi kegiatan sanitasi-lingkungan ini dilaksanakan berdasarkan
salah satu komponen keberhasilan sanitasi total berbasis masyarakat yaitu enabling
environment yang bertujuan menciptakan lingkungan kondusif melalui sinergi
lintas sektor agar masyarakat mau dan mampu melakukan perubahan perilaku.
Menurut Notoatmodjo (2010:27), perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor
yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Faktor predisposisi
mempermudah terbentuknya perilaku pada diri seseorang atau sekelompok
masyarakat yaitu meliputi pengetahuan dan sikap masyarakat terkait ODF (Open
Defecation Free). Faktor pemungkin meliputi sarana dan fasilitas yang mendukung
masyarakat untuk berhenti buang air besar sembarang dan mendukung adanya
ODF. Faktor penguat merupakan dukungan yang diperoleh masyarakat dari tokoh
masyarakat yang merupakan salah satu pelaku STBM di tingkat desa. Pencapaian
komponen enabling environment sejalan dengan faktor penguat dalam teori
Lawrence Green karena terdapat dukungan tokoh masyarakat untuk mempermudah
perubahan perilaku melalui peraturan yang dibuatnya bersama pemerintah desa
setempat agar mendukung berjalannya program STBM.
Dalam hal ini peran generasi muda sangat dibutuhkan karena harus mampu
menjadi pionir penyelesaian masalah di masyarakat berlandaskan perubahan
perilaku, dengan mendorong dan mengupayakan kolaborasi multipihak, disisi lain
juga melakukan metode pemicuan sanitasi seperti observasi akses
sanitasi, pelibatan warga dalam setiap kegiatan, penguatan kelembagaan dengan
hadirnya natural leader. Kemudian melakukan proses pendampingan perubahan
perilaku, serta membuat monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan.
Aksi nyata untuk memulai perubahan melalui kegiatan sanitasi-lingkungan
berbasis budaya ini akan jauh lebih efektif dan efisien apabila terciptanya sinergitas
antara pemerintah, masyarakat, dan khususnya generasi muda sebagai garda
terdepan yang kritis, inovatif sehingga Indonesia dapat terbebas dari masyarakat
yang buang air besar sembarangan dan mampu mencapai desa Open Defecation
Free dengan tidak melupakan nilai kearifan lokal yaitu piil pesinggiri sebagai unsur
modal sosial sarat makna, agar terwujudnya lingkungan yang bersih, sehat, dan
berkualitas. Peran dari berbagai pihak merupakan salah satu kunci keberhasilan
suatu kegiatan ataupun program. Peran generasi muda, sebagai sosok yang dinamis,
penuh energi, dan optimis diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang
membawa ide-ide segar, pemikiran kreatif dengan metode thinking out of the box
inovatif serta mampu beradaptasi cepat dengan kondisi pandemi seperti saat ini.
Daftar Pustaka :
Kemenkes RI. (2018) Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
stbm.kemkes.go.id.http://stbm.kemkes.go.id/public/docs/reference/5b99c4c
2576e12f4c9a2019139312658b2f3704c9abc5.pdf (Diakses pada 23
November 2021, pukul 09:12)
Njuguna, J. (2016). Effect of eliminating open defecation on diarrhoeal morbidity:
An ecological study of Nyando and Nambale sub-counties, Kenya. BMC
Public Health, 16(1). doi:10.1186/s12889-016-3421-2
Sekretariat Nasional SDGs. Air Bersih dan Sanitasi Layak. sdgs.bappenas.go.id.
http://sdgs.bappenas.go.id/tujuan-6/ (Diakses pada 22 November 2021, pukul
19:43)
Sulistiono, E., & Fazira, E. (2021). Implementasi Program Stop BABS (Buang Air
Besar Sembarangan) pada Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di
Dukun Kabupaten Gresik. Jurnal Enviscience, 5(1), 1.
doi:10.30736/5ijev.v5iss1.223
0 comments:
Posting Komentar