Senin, 03 Oktober 2022

APLIKASI BIOPLASTIK LIMBAH KULIT SINGKONG DAN KARAGINAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) SEBAGAI KEMASAN BUMBU RAMAH LINGKUNGAN

 ABSTRAK


Sampah plastik terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah

industri dan jumlah penduduk. Sampah plastik memiliki dampak negatif terhadap

lingkungan karena sulit terurai dan dapat menimbulkan beberapa masalah lingkungan

seperti kesuburan tanah yang lebih rendah, pencemaran udara, efek pemanasan global

karena menghasilkan gas CO2 dan HCN jika dibakar. Plastik sintetis ini berbahan dasar

minyak bumi (bahan yang tidak dapat diperbarui). Alternatif untuk mengatasi masalah

tersebut adalah dengan membuat plastik ramah lingkungan atau bioplastik yang mudah

terurai oleh tanah dan terbuat dari bahan yang terbarukan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengeksplorasi bioplastik yang dihasilkan dari kulit singkong sebagai limbah industri

makanan dan karagenan rumput laut (Eucheuma cottonii). Metode yang digunakan adalah

metode eksperimen langsung. Terdapat 9 perlakuan yang dilakukan yaitu A1B1 (Pati 10 gr

; Karaginan 5 gr), A1B2 (Pati 10 gr ; Karaginan 10 gr), A1B3 (Pati 10 gr ; karaginan 15

gr), A2B1 (Pati 20 gr ; Karaginan 5 gr), A2B2 (Pati 20 gr ; Karaginan 10 gr), A2B3 (Pati

20 gr ; Karaginan 15 gr), A3B1 (Pati 20 gr ; Karaginan 5 gr), A3B2 (Pati 20 gr ; Karaginan

10 gr), dan A3B3 (Pati 20 gr ; Karaginan 15 gr) kemudian dilakukan pengujian bioplastik

meliputi uji mekanik (tensile strength) elongasi dan elastisitas, uji ketahanan air (swelling),

uji biodegradasi dan uji ketebalan. Hasil terbaik adalah perlakuan A3B1 dengan ketebalan

0,36 mm dengan swelling 57,79 %, terdegradasi pada hari ke-11 dan memiliki sifat

mekanik yang baik yaitu kuat tarik 177,59 kgf/ cm2, elongasi 42 % dan elastisitas 4,31.

Kata-kata kunci : bioplastik, kulit singkong, karaginan, limbah, sampah.


PENDAHULUAN

Polusi sampah plastik menjadi masalah utama penyebab dari kerusakan dan

pencemaran lingkungan yang selalu hangat diperbincangkan secara global setiap

tahunnya hingga saat ini. Penggunaan plastik setiap tahunnya terus meningkat hal

ini seiring dengan industri makanan yang terus berkembang dan meningkatnya

jumlah penduduk setiap tahunnya. Menurut Jambeck et al. (2015), menyatakan

bahwa Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah China yang

menghasilkan sampah plastik di perairan mencapai 187,2 juta ton. Menurut

Hendiarti (2018) menunjukkan bahwa peningkatan sampah di Indonesia mencapai

38 juta ton/tahun dan 30% dari sampah tersebut adalah plastik. Plastik memiliki

dampak negatif bagi lingkungan karena dapat menurunkan kesuburan tanah, jika

dibuang ke laut dapat mencemari laut dan membahayakan kelangsungan hidup

biota laut. Selain itu sampah plastik jika dibakar dapat menyebabkan pencemaran

udara dan pemanasan global karena menghasilkan gas CO2 dan HCN

(Purwaningrum, 2016). Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk

mengurangi sampah plastik dengan menerapkan 3R (reduce, reuse, recyle)

(Septiani et al., 2019). Program tersebut perlu didukung dengan adanya terobosan

dan inovasi baru sebagai upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang

disebabkan oleh plastik sintetik. Salah satu solusi yang dapat dilakukan sebagai

inovasi atau terobosan baru dari permasalahan tersebut adalah dengan membuat dan

menggunakan kemasan plastik yang ramah lingkungan atau bioplastik.


Bioplastik merupakan plastik yang bersifat biodegradable yang mudah

terurai oleh mikroba tanah. Bioplastik mudah terurai oleh tanah karena terbuat dari

senyawa polisakarida pati, selulosa, protein, atau lipid yang dapat terdegradasi oleh

mikroorganisme tanah (Jacoeb et al., 2014). Bioplastik dapat menggantikan

polimer plastik sintetik dan bersifat lebih ramah lingkungan. Hasil penelitian dari

Suryati et al (2017), menunjukan bahwa bioplastik yang dihasilkan memiliki sifat

biodegradibilitas yang baik sehingga bersifat ramah lingkungan. Selain itu

ketersediaan bahan baku melimpah di alam dan dapat diperbaharui (renewable)

(Maneking et al., 2020). Pembuatan bioplastik dari pati menggunakan prinsip

gelatinisasi, pati membentuk gel kemudian dicetak pada lapisan kaca dikeringkan

membentuk lapisan tipis (Rusli et al., 2017).


Berdasarkan penelitian Putri (2019), bioplastik yang dihasilkan dari

penggunaan bahan baku singkong, rumput laut (Eucheuma cottonii) dan biji alpukat

memiliki warna yang bening dengan sedikit kemerahan. Warna kemerahan ini yang

disebabkan oleh adanya senyawa fenolik dopa (3,4-dihidroksi fenilalanin yang

menyebabkan adanya reaksi pencoklatan. Selain itu, bioplastik tersebut masih

memiliki kekurangan pada sifat fisik terutama warna yang tidak bening. Sedangkan

pada penelitian Suryati et al. (2017), bioplastik yang dibuat dari limbah kulit

singkong memiliki sifat biodegradibilitas yang baik akan tetapi untuk sifat

mekanisnya belum diteliti lebih lanjut. Berdasarkan kajian-kajian tersebut, perlu 

dilakukan penelitian tentang pemanfaatan limbah kulit singkong dan rumput laut

(Eucheuma cottonii) menjadi bioplastik untuk mengurangi dampak pencemaran

lingkungan dan untuk mengembangkan penelitian yang sudah ada agar diperoleh

bioplastik dengan karakteristik yang lebih baik.


Limbah kulit singkong memiliki potensi yang tinggi untuk dimanfaatkan

menjadi bioplastik karena ketersediaanya yang melimpah, hal ini dibuktikan

berdasarkan data Menurut Badan Pusat Statistik (2016), produksi ubi kayu yang

dihasilkan mencapai 27 juta ton. Singkong salah satu komoditas pangan yang

banyak digunakan sebagai bahan baku industri terutama dalam pembuatan tapioka.

Industri tapioka menghasilkan limbah padat berupa kulit singkong dan onggok

(ampas singkong) dari proses ekstraksi pati singkong. Setiap 1 kg singkong

menghasilkan 15–20% limbah kulit singkong (Kawijia et al., 2017).


Pemanfaatan limbah kulit singkong selama ini belum cukup maksimal yang

biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak maupun hanya dibiarkan

menumpuk begitu saja. Limbah kulit singkong yang menumpuk akan menimbulkan

bau yang tidak sedap dan dapat mencemari lingkungan (Suryati et al., 2016).

Limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan menjadi bioplastik karena kandungan

patinya tinggi sekitar 44-59%. Polisakarida seperti pati dan selulosa merupakan

bahan baku dalam pembuatan bioplastik.


Pada penelitian Sabella (2019), rumput laut (Eucheuma cottonii) dapat

dibuat bioplastik karena salah satu jenis polisakarida dan ketersediaanya melimpah

di Indonesia yang sebagian wilayahnya merupakan perairan. Penggunaan

hidrokoloid pati dalam pembuatan bioplastik memiliki kekurangan yaitu sifat

mekanis yang lemah seperti elastisitas, kuat tarik, perpanjangan putus dan kekuatan

mulur yang rendah. Sehingga perlu penambahan karaginan rumput laut dan

plasticizer (gliserol) untuk meningkatkan kualitas bioplastik yang dihasilkan.

Gliserol berfungsi sebagai plasticizer yang digunakan untuk meningkatkan

elastisitas dari bioplastik yang dihasilkan (Sinaga et al., 2014). Oleh karena itu,

pemanfaatan limbah singkong dan karaginan pada penelitian ini akan menghasilkan

plastik dengan karakteristik fisik, mekanik serta biodegradabilitas yang baik

sehingga secara ilmiah sangat berpotensi untuk diaplikasikan sebagai bahan untuk

plastik kemasan ramah lingkungan masa depan.


Salah satu pengaplikasian bioplastik sebagai kemasan yang ramah

lingkungan adalah pada produk bumbu. Bumbu merupakan zat yang ditambahkan

dalam suatu makanan sebagai penyedap rasa. Bumbu banyak digunakan dalam

masakan rumah tangga, usaha kuliner, ataupun industri pangan. Besarnya tingkat

penggunaan bumbu akan berdampak pada peningkatan produktivitas sampah

plastik. Hal ini karena pada umumnya kemasan bumbu terbuat dari bahan plastik

sintetis yang bersifat non-biodegradable atau tidak dapat terurai secara biologis.

Pengaplikasian bioplastic sebagai kemasan bumbu merupakan salah satu alternatif

untuk menciptakan kemasan suatu produk yang ramah lingkungan. Selain itu, Dewi

et al. (2021), menyatakan bahwa edible film dapat digunakan untuk memperbaiki

kualitas, memperpanjang masa simpan, meningkatkan efisiensi ekonomis, dan

menghambat perpindahan uap air pada produk pangan.


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan bioplastik limbah

kulit singkong dan karaginan rumput laut (Eucheuma cottonii) sebagai kemasan

bumbu ramah lingkungan, mengetahui karakteristik bioplastik dari kulit singkong

dan karaginan rumput laut (Eucheuma cottonii), serta menentukan formulasi terbaik

kulit singkong dan karaginan rumput laut (Eucheuma cottonii) dalam pembuatan

bioplastik.


KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian serta penulisan artikel ilmiah ini dapat disimpulkan bahwa

limbah kulit singkong dan karaginan rumput laut (Eucheuma cottonii) memiliki

potensi yang menjanjikan untuk dimanfaatkan sebagai bahan bioplastik ramah

lingkungan. Kulit singkong dan karagenan rumput laut (Eucheuma cottonii)

berpotensi untuk dibuat menjadi bioplastik karena mengandung salah satu jenis

polisakarida yang dapat membuat film berdasarkan prinsip gelatinisasi. Selain itu

penggunaan kulit singkong sebagai bahan baku bioplastik juga dapat menjadi salah

satu jawaban untuk pemanfaatan limbah dari pengolahan singkong yang belum

termanfaaatkan secara maksimal. Bioplastik yang dihasilkan memiliki wujud

seperti lapisan tipis berwarna coklat dengan rentang nilai ketebalan 0,33 - 0,66 mm.

Perlakuan terbaik dari penelitian ini dihasilkan dari perlakuan A1B1 (Pati Kulit

Singkong 10 g dan Karaginan 5 g) yang menghasilkan nilai ketebalan 0,364 mm.


---

Salam Peneliti Muda!

Untuk hasil karya yang lebih lengkap dapat menghubungi:

Instagram: @ukmpenelitianunila

Email: ukmpenelitianunila@gmail.com / ukmpunila@gmail.com

Youtube: UKM Penelitian Unila

Tiktok: ukmpunila

0 comments:

Posting Komentar

Postingan Populer