Abstrak
Kasus perundungan sudah sering kita jumpai pada saat ini, terutama pada anak-anak dan
remaja. Oleh karena itu, perlu adanya penyelesaian masalah dengan menggunakan
restorative justice. Pendeketan ini diperlukan karena pendekatan ini lebih mengedepankan
suatu pendekatan sosiokultural daripada pendekatan normatif, sehingga dengan
pendekatan ini maka aspek keadilan lebih dapat diperhatikan. Pendekatan karya ilmiah
ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode analisis yang digunakan
adalah metode deskriptif kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara secara
mendalam terhadap para informan. Karya ilmiah ini disusun untuk memberikan sebuah
gambaran aktualisasi restorative justice pada kasus perundungan. Hasil dari penelitian ini
yaitu adanya sebuah solusi pada penerapan restorative justice untuk menyelesaikan
masalah perundungan yang terjadi dengan memberikan sebuah denda kepada pelaku
perundungan, dan lain-lain. Oleh karenanya, maka kejaksaan yang humanis akan terwujud
dengan baik.
Kata Kunci : Restrorative Justice, Perundungan, Kejaksaan Humanis
A. Pendahuluan
Istilah perundungan/Bullying sudah tak asing lagi di zaman sekarang. Bahkan kasus
perundungan yang terjadi di lingkungan pendidikan sudah merajalela di Indonesia,
terlebih lagi sejak usia anak-anak mereka sudah mengenal perilaku perundungan baik
secara sadar maupun tidak. Mereka tidak menyadari jika perilaku perundungan yang
mereka lakukan dapat menyebabkan korban depresi bahkan melakukan tindakan bunuh
diri sebagai akibat dari tidak kuatnya menanggung tindakan perundungan yang dialami
oleh korban.
Perundungan/Bullying sendiri berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti
banteng (hewan) yang senang merunduk kesana kemari. Dalam Bahasa Indonesia,
secara etimologi kata bully memiliki arti penggertak, orang yang mengganggu
orang lemah. Menurut (Zakiyah, Humaedi, & Santoso, 2017) Bullying adalah berbagai
bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik
terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih "lemah" oleh seseorang atau
sekelompok orang yang merasa lebih kuat atau superior.
Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mencatat bahwa di
tahun 2021 terdapat 17 kasus yang melibatkan peserta didik dan pendidik. Retno
Lisyarti mengungkapkan bahwa pada bulan Januari, Februari, dan Septermber, KPAI
tidak mencatat adanya kasus prundungan di satuan pendidikan. Tetapi justru pada akhir
tahun 2021 justru banyak sekali kasus perundungan yang terjadi. Para pelaku kekerasan
di satuan pendidikan ini terdiri dari teman sebaya, guru, orang tua, dan lain-lain. Kasus
kekerasan di domiasi oleh teman sebaya sebanyak 11 kasus. Sedangkan guru sebanyak
3 kasus, dan pelaku pembina sekolah, kepala sekolah, dan orang tua siswa masing- masing
1 kasus. Retno Lisyarti juga menegaskan bahwa ada korban yang meninggal dan
mengalami kelumpuhan. Tentunya hal ini sangat miris, dan perlu upaya untuk
menindaklanjuti perkara atau kasus perundungan yang terjadi di satuan pendidikan
maupun di luar satuan pendidikan.
Kasus bullying yang sering terjadi biasanya dilakukan oleh anak-anak dimana pelaku
dan korban biasanya adalah teman satu kelas ataupun satu sekolah. jika menilik dari kasus
bullying yang sering terjadi, penyelesaian terhadap kasus tersebut tidaklah memuaskan.
korban yang telah menerima perlakuan bullying biasanya mendapatkan trauma yang
mendalam sedangkan pelaku dari bullying tersebut hanya mendapatkan sanksi yang
ringan dan dinilai tidak setimpal serta tidak menimbulkan efek jera. di lain sisi pelaku
juga tidak menyesali perbuatannya dan tidak meminta maaf kepada korban, jusru banyak
dari kasus bullying yang dimana pelaku justru semakin mem-bully korban
ketika korban melapor.
Berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak,
kasus bullying anak di bawah umur dapat di ajukan di pengadilan dengan syarat pelaku
harus berusia 12 tahun dan berusia dibawah 21 tahun serta belum menikah. Jikalau anak
belum genap berusia 12 tahun maka penyidik dapat mengambil keputusan dengan
mengembalikan anak kepada orang tua/wali, ataupun dapat mengikut sertakannya
kedalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instasi pemerintahan atau
LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik pada tingkat pusat
maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan. Terhadap anak nakal, apabila dijatuhi
sanksi pidana maka sanksi tersebut di kurang 1⁄2 dari maksimum ancaman pidana
orang dewasa serta jika diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda
dapat diganti dengan pelatihan kerja. Sistem peradilan pidana anak mengutamakan
pendekatan restorative, jika pihak korban dan pelaku telah mencapai suatu kesepakatan
maka proses hukum yang berjalanan dapat dihentikan dan penyelesaian tersebut dapat
ditempuh berdasarkan jalur non-penal.
Secara prinsipiil melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 telah mengedepankan
pendekatan restorative justice dan proses diversi sebagai upaya penyelesaian tindak
pidana yang dilakukan oleh anak, sehingga penerapan restorative justice akan
menawarkan jawaban atas isu-isu penting dalam penyelesaian perkara pidana, yaitu:
pertama, kritik terhadap sistem peradilan pidana yang tidak memberikan kesempatan
khususnya bagi korban (criminal justice system that disempowers individu); kedua,
menghilangkan konflik khususnya antara pelaku dengan korban dan masyarakat (taking
away the conflict from them); ketiga, fakta bahwa perasaan ketidakberdayaan yang
dialami sebagai akibat dari tindak pidana harus di atasi untuk mencapai perbaikan (in
orderto achievereparation)(Ernis, 2017)
Restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi
terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri
dimana hal tersebut memiliki maksud menekankan pemulihan kembali pada keadaan
semula melalui pencarian penyelesaian yang adil secara bersama- sama yang melibatkan
pelaku, korban, keluarga korban/pelaku serta pihak lain yang terkait.
Adapun identifikasi masalah dari karya tulis ilmiah ini yaitu :
1. Bagaimana aktualisasi dari penyelesaian konflik perundungan melalui
restorative justice?
2. Bagaimana solusi dari penyelesaian konflik perundungan melalui restorative
justice?
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah memberikan sebuah solusi terhadap penerapan
restorative justice dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah perundungan yang
terjadi dengan memberikan sebuah denda kepada pelaku perundungan dan lain nya guna
memberikan efek jera bagi para pelaku perundungan sekaligus meringakan beban
trauma yang dialami oleh korban perundungan.
Dalam penulisan karya ilmiah ini pendekatan yang dilakukan menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif selain itu metode analisis yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif.
Sedangkan pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan melalui wawancara secara
mendalam kepada informan untuk melihat sejauh mana dampak dari konflik perundungan
terhadap korban dan kami melakukan analisis lebih dalam mengenai upaya apa yang
harus dilakukan terhadap solusi permasalahan kasus perundungan selain itu kami
menggunakan studi literatur dalam pembuatan karya ilmiah ini, dimana studi literatur ini
merupakan pengumpulan informasi melalui buku, artikel, dan jurnal guna membantu
karya ilmiah ini. Berdasarkan wawancara bersama informan, mereka menyatakan bahwa
terdapat beberapa dampak yang dialami oleh korban terkait trauma psikis, kesulitan dalam
perkembangan sosial, depresi dan lainnya sebagainya bahkan sampai ketindakan
percobaan bunuh diri, ada tahapan penelitian yang dilakukan yaitu diantaranya :
1. Indentifikasi masalah
Penelitian ini dimulai dari observasi fenomena yang terjadi sampai diringkas
menjadi suatu permasalahan penelitian.
2. Review literature
Hal ini dilakukan dalam kaitannya dengan kajian teori yang berhubungan
dengan masalah penelitian.
3. Menetapkan tujuan spesifik
Penelitian ini didapat setelah masalah penelitian dan review literature dilakukan.
Dengan adanya tujuan spesifik penelitian maka dapat ditentukan arah yang jelas
dalam penelitian seperti sumber data penelitian, lokasi penelitian, metode
pengumpulan dan pengolahan data. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik
wawancara.
4. Analisa
Setelah data terkumpul, analisa dilakukan dengan menggunakan analisis
deskriptif.
5. Tahap akhir
Pada tahap ini, peneliti memaparkan hasil penelitian sesuai kenyataan
dilapangan sebagai jawaban dari masalah penelitian.
C. Kesimpulan
Perundungan yang terjadi dikalangan masyarakat merupakan salah satu tindak pidana,
sebagaimana yang di atur diatur pada Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C UU 35/2014. Apabila
bullying tersebut dilakukan secara verbal dan mengandung unsur hasutan- hasutan
untuk bunuh diri dan menyebabkan korban bunuh diri maka dapat pula dijerat dengan
Pasal 345 KUHP.yang dimana hal tersebut dapat dibawa ke depan persidangan.di
Indonesia sendiri pembully-an sering terjadi dan dampak dari pembully- an itu sendiri
sangat beragam dan biasanya terjadi di lingkungan sosial anak-anak yang dimana dalam
peradian anak yang harus di utamakan adalah keadilan secara restorative maka dari itu
kejaksaan agung indonesia mulai menerapkan sistem keadilan secara restorative justice
dalam penyelesaian pidana anak. Sistem resotarive justice dalam penyelesaian pidana
anak sendiri diharapkan mampu meminimalisir trauma yang dialami korban dan juga
memberikn efek jera kepada pelaku dengan memberikan sanksi-sanksi, hal tersebut
bertujuan untuk memberhentikan kegiatan bullying yang terjadi dan juga diharapkan dapat
mengembalikan keadaan seperti sediakala.
---
Salam Peneliti Muda!
Untuk hasil karya yang lebih lengkap dapat menghubungi:
Instagram: @ukmpenelitianunila
Email: ukmpenelitianunila@gmail.com / ukmpunila@gmail.com
Youtube: UKM Penelitian Unila
Tiktok: ukmpunila
0 comments:
Posting Komentar