“Pada hakikatnya, tujuan pendidikan tidak hanya sekedar pengetahuan,
melainkan juga pola pikir dan tindakan.”
Penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) saat ini telah
digambarkan sebagai sebuah gerakan atau proses politik yang paling inklusif di
mana suara dari jutaan orang di seluruh dunia didengar. Program SDGs telah dipuji
karena ambisi dan keberaniannya dalam merangkul keterkaitan isu-isu sosial,
lingkungan, dan ekonomi. Indonesia merupakan salah satu negara yang
menyepakati rencana aksi global tersebut dan menjadikan ketujuh belas tujuan
SDGs sebagai prioritas utama. Namun, dalam essay ini Penulis hanya akan meng-
highlight salah satu dari tujuh belas tujuan SDGs, yaitu tujuan ke-4, Pendidikan
Bermutu (Quality Education). Tujuan ini berarti negara harus mampu menjamin
pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan merata, serta meningkatkan kesempatan
belajar sepanjang hayat untuk semua masyarakat pada tahun 2030 mendatang.
Dalam aspek pendidikan formal, Indonesia masih memiliki banyak PR
yang perlu diperbaiki. Seperti pemerataan pendidikan, akses sarana dan prasarana
sekolah, hingga kualitas di dalam sistem pendidikan itu sendiri. Seperti yang kita
semua ketahui sebagai para survival, selama dua tahun terakhir, hampir semua
kegiatan terpaksa harus dilakukan dari rumah sebagai bentuk usaha preventif dalam
menghadapi situasi pandemi. Salah satu hal yang juga dilakukan dari rumah adalah
kegiatan belajar mengajar. Sebagian besar kegiatan belajar mengajar yang dialihkan
menjadi online ini secara tidak sengaja telah menciptakan peluang kecurangan yang
semakin bengkak dalam dunia pendidikan. Budaya curang ---yang paling sering
terjadi dalam bentuk menyontek--- sendiri umumnya terjadi karena Pelaku merasa
ada kesempatan untuk melakukan kecurangan tersebut. Selama pembelajaran
dilakukan jarak jauh, kesempatan bagi siswa atau pun mahasiswa untuk menyontek
atau berbuat curang menjadi lebih besar sebab melonggarnya peran para guru/dosen
dalam mengawasi siswa/mahasiswa mereka. Tak bisa dipungkiri bahwa secara
historis, kegiatan menyontek di Indonesia memang sudah membudaya sejak lama.
Namun, kondisi pandemi membuat kebiasaan ini kian hari kian menjadi hal yang
dianggap biasa. Siswa yang sebelumnya tidak menyontek, jadi menyontek, dan
siswa yang memang sudah terbiasa menyontek justru semakin menjadi-jadi. Jika
tetap dibiarkan begitu saja tanpa adanya tindakan lebih lanjut, hal ini akan sangat
mempengaruhi mental para penerus bangsa. Akan jadi seperti apa bangsa Indonesia
apabila generasi penerusnya adalah orang-orang yang menormalisir kecurangan?
Sadar atau tidak, kecurangan besar dimulai dari kecurangan-kecurangan kecil yang
dinormalisasi. Oleh sebab itu, penulis beranggapan jika hal tersebut terus dibiarkan
tanpa adanya suatu perubahan atau tindakan yang tegas, maka masa depan bangsa
berada dalam bahaya. Penulis menekankan betapa tingginya urgensi terhadap kasus
kecurangan di dunia Pendidikan di Indonesia, sebab identitas suatu bangsa
terbentuk dari karakter individu-individu di dalamnya.
Sebagai salah satu upaya untuk mencapai Pendidikan Bermutu di
Indonesia pada tahun 2030, Penulis ingin menyampaikan sebuah inovasi sebagai
bentuk sinergi bangsa agar dapat segera mengikis kecurangan dalam dunia
pendidikan. Bagaimana caranya? Saat ini, ada banyak sekali platform online yang
digunakan untuk pembelajaran, seperti Google Classroom, Zoom Meeting, Google
Meet, dan lain-lain. Namun, tak satu pun dari platform tersebut yang dapat
menjamin kejujuran siswa dalam proses belajar mengajar, khusunya pada saat
ujian. Maka dari itu, kaum milenial dari kalangan ahli dapat bekerja sama dengan
pemerintah dan semua stakeholder terkait untuk membuat sebuah aplikasi ujian
yang didukung dengan kecerdasan buatan. Yang mana aplikasi ini dapat menjamin
kemurnian dalam setiap ujian yang dilakukan sehingga dapat mengurangi angka
kecurangan dalam dunia pendidikan.
Menurut Whitby, Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan
adalah studi tentang perilaku kecerdasan pada manusia, hewan, dan mesin,
kemudian perilaku tersebut direkayasa menjadi artefak, seperti komputer dan
teknologi terkait komputer. Dari definisi tersebut, jelas bahwa kecerdasan buatan
adalah teknologi yang berhubungan dengan komputer, mesin, dan inovasi serta
perkembangan teknologi komunikasi informasi, yang mana AI dapat memberikan
komputer kemampuan untuk melakukan fungsi yang mirip dengan manusia.
Dari berbagai jenis ujian yang sering digunakan di Indonesia, hanya ada
satu jenis ujian yang tidak memungkinkan bagi pelajar/mahasiswa untuk
melakukan kecurangan, yakni ujian secara lisan. Sayangnya, ujian lisan sendiri
memiliki kekurangan dalam hal efisiensi waktu. Oleh karena itu, Penulis
memperkenalkan GO-GEN (Gold Generation), sebuah aplikasi ujian berbasis AI
yang berperan seperti guru dalam ujian lisan. Aplikasi ini dapat meningkatkan
efektifitas dan efisiensi dalam setiap ujian yang berlangsung. Waktu yang
digunakan akan relatif lebih singkat, dan kecurangan dapat diatasi.
Dalam aplikasi GO-GEN disertakan teknologi kecerdasan buatan yang
mampu melihat, mendengar, bahkan merekam serta menganalisis jawaban dalam
bentuk suara berdasarkan kata kunci yang telah disediakan. Dalam aplikasi GO-
GEN, akan ada dua jenis ujian yang dapat dilakukan, yakni pilihan ganda secara
lisan dan ujian lisan. Alur penggunaan aplikasi pun dirancang seminimalis mungkin
agar mudah digunakan. Ketika GO-GEN dijalankan, pengguna wajib mendaftar dan
memilih role: sebagai guru/dosen dan sebagai siswa/mahasiswa. Sebagai pengajar,
terdapat beberapa fitur yang dapat digunakan, seperti penginputan soal, input kunci
jawaban atau kata kunci jawaban, daftar nilai, serta fitur monitoring ujian.
Sementara bagi pelajar akan disediakan menu ujian dan evaluasi nilai. Setelah
memilih peran, Pelajar akan diarahkan untuk melengkapi data diri, termasuk
mendaftar fitur pengenalan wajah. Hal ini sama seperti sistem yang dimiliki
beberapa jenis ponsel, yang mana GO-GEN akan mengingat wajah pemilik akun
yang telah terdaftar.
Sebelum memulai ujian, pelajar diwajibkan menghadap ke layar
dengan posisi wajah lurus, sesuai dengan arahan yang telah disediakan dari aplikasi.
Selama ujian berlangsung, pelajar tidak diperkenankan berpindah posisi, sebab
aplikasi secara otomatis tidak akan membaca hasil jawaban apabila ada indikasi
yang tidak sesuai dengan peraturan, yakni salah satunya pergeseran wajah di luar
batas yang ditentukan.
Masuk dalam fitur ujian, siswa perlu memasukkan kode soal yang
diberikan oleh pengajar terlebih dahulu. Sepanjang ujian berlangsung, sistem
aplikasi akan merekam wajah dan suara pelajar, kemudian langsung menyimpannya
di database mereka. Dengan teknologi kecerdasan buatan, aplikasi ini dapat secara
otomatis menganalisis jawaban pelajar berdasarkan kata kunci yang telah diinput
pengajar sebelumnya. Hal ini memungkinkan ujian dalam bentuk lisan yang hemat
waktu. Sementara untuk ujian dalam bentuk pilihan ganda kurang lebih memiliki
alur yang sama, hanya saja dalam ujian ini, pelajar cukup menyebutkan pilihan
gandanya saja. Sistem akan merekam ujian yang sedang berlangsung secara live
dan dapat dimonitor oleh Pengajar. Untuk lebih menjamin kejujuran, pengajar dapat
menentukan sendiri durasi soal berdasarkan bobot masing-masing soal yang telah
mereka buat. Pengajar juga dapat menyaksikan sendiri pergerakan nilai
siswa/mahasiswanya melalui fitur monitor. Setelah sesi ujian berakhir, pelajar dapat
langsung melihat nilai dan pembahasan terkait ujian yang telah diselesaikan. Hal
ini memungkinkan adanya transparansi yang jelas, sehingga jika dirasa ada yang
tidak sesuai, hal itu bisa segera dibahas bersama pengajar.
GO-GEN tetap sangat efektif untuk digunakan meski pembelajaran
telah sepenuhnya dilakukan secara langsung (offline). Sebab keberadaan aplikasi
tersebut dapat membantu pengajar dalam hal efisiensi waktu dan efektifitas ujian.
Penulis optimis bahwa dengan adanya GO-GEN, Indonesia pasti mampu menekan
dan mengurangi angka kecurangan di dunia Pendidikan secara signifikan sehingga
menghasilkan pelajar-pelajar yang jujur dan bermental juara. GO-GEN adalah
jawaban untuk memutus rantai kecurangan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Penulis yakin bahwa Indonesia belum terlambat untuk mengakhiri budaya
menyontek atau curang yang merajalela. Dalam pengimplementasiannya sendiri,
GO-GEN memerlukan kerjasama yang kuat dari tiap stakeholder terkait, mulai dari
Pemerintah, instansi Pendidikan, Pengajar, hingga masing-masing individu Pelajar
itu sendiri. Untuk mencapai Indonesia Emas, Generasi Emas pula lah yang harus
dijaga terlebih dahulu, baik dari intelektualnya, pola pikirnya, hingga tindakannya.
GO-GEN merupakan implementasi dalam mewujudkan Pendidikan Bermutu di
Indonesia pada Tahun 2030 mendatang.
---
Salam Peneliti Muda!
Untuk hasil karya yang lebih lengkap dapat menghubungi:
Instagram: @ukmpenelitianunila
Email: ukmpenelitianunila@gmail.com / ukmpunila@gmail.com
Youtube: UKM Penelitian Unila
Tiktok: ukmpunila
0 comments:
Posting Komentar