“The more that you read, the more things you will know. The more that you learn,
the more places you’ll go.”
“Semakin banyak yang Anda baca, semakin banyak hal yang akan Anda ketahui.
Semakin banyak yang Anda pelajari, semakin banyak tempat yang akan Anda
tuju.”
Sebagaimana seperti pada kutipan di atas mengenai minat membaca
sebagai tolak ukur pengetahuan, karena semakin banyak membaca maka akan
semakin banyak pula pengetahuan yang kita dapatkan, permasalahan yang sering
terjadi pada generasi sekarang adalah kurangnya minat literasi membaca, literasi
dipandang sebagai kemampuan membaca dan menulis (Hayat & Bahrul, 2006).
Literasi kemudian berkembang menjadi kemampuan membaca, menulis,
berbicara dan mendengarkan atau menyimak. Seiring berjalannya waktu, definisi
literasi telah berubah dari pemahaman yang sempit menjadi pemahaman yang
lebih luas yang mencakup berbagai bidang penting lainnya. Perubahan ini
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain perluasan makna melalui
penggunaan yang lebih luas, perkembangan teknologi informasi, dan perubahan
analogi. Secara garis besar, pergeseran persepsi literasi ini setidaknya telah
berlangsung selama lima generasi (Abidin et al., 2017).
Saat ini, kita memasuki era Revolusi Industri 4.0, dimana dunia industri
digital sudah menjadi paradigma dan standar tatanan kehidupan saat ini. Literasi
pada era revolusi industri 4.0 menjadi hal yang perlu dibahas oleh para
akademisi. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran akan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah upaya untuk memahami kondisi zaman.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan cepat
merambah pada hampir semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Era
Revolusi Industri 4.0 menjadi gerbang utama percepatan teknologi. Namun
literasi pada generasi Z sangatlah rendah.
Generasi Z atau pascamillenial adalah sebuah kelompok anak muda yang
lahir antara tahun 1996 dan 2010 disebut juga sebagai digital natives atau generasi
net. Generasi Z dikenal sebagai digital natives (generasi yang lahir pada saat era
digital sudah berlangsung dan berkembang pesat), mereka menerima media sosial
sebagai sesuatu yang sesuatu yang sudah biasa. Generasi Z merupakan generasi
yang aktif dalam penggunaan internet, dengan Karakteristik Generasi Z
menjadikan generasi ini berperan penting dalam perkembangan negara Indonesia.
bangsa Indonesia. Pasalnya, pengguna media sosial Gen Z didominasi oleh
kalangan remaja. dampak negatif dari penggunaan media sosial yang berlebihan
oleh remaja dapat mengakibatkan perilaku kecanduan yang disebut sebagai social
networking addiction (Pratikto et al., 2018). Sekarang ini semua serba cepat dan
mudah. Sehingga timbullah suatu dampak yang membuat psikologi pemelajar
masa kini cenderung lebih nyaman dengan kehidupan tanpa budaya baca.
Kaitannya literasi dengan perubahan teknologi 4.0 adalah maraknya bahan dan
sumber bacaan yang dijadikan pajangan. Hal ini terjadi karena semuanya sudah
tersedia dalam gawai pintarnya masing-masing (Fitriani et al., 2019).
Penggunaan sosial media bagi generasi Z menimbulkan dampak pro dan
kontra. Penggunaan sosial media menyebabkan para generasi Z malas untuk
membaca. Munculnya notifikasi chatting, notifikasi social media lainnya
menyebabkan para remaja terganggu dan tidak fokus. Konten-konten yang tedapat
di social media itu lebih menarik ketimbang konten atau bacaan pada buku.
Adanya social media yang marak saat ini seperti facebook, line, instagram, dan
lain sebagainya yang sering digunakan. Setiap harinya para generasi Z hampir
tidak bisa lepas dengan gadget, yang membuat kegiatan membaca sangat
memprihatinkan. Karena kesibukan bermain sosmed banyak para generasi Z yang
lalai akan kegiatan kegiatan produktif lainnya (Uba, 2018).
Faktor yang mempengaruhi minat membaca karena penggunaan sosial
media terutama instagram itu sangat tinggi presentasinya. Berdasarkan hasil riset
Maverick Indonesia menampilkan sebanyak 84% generasi Z mengonsumsi kabar
lewat instagram. Salah satu media melaporkan bahwa rata rata angka indeks baca
nasional masuk ke dalam literasi yang rendah yaitu diangka 37,32. Hal ini
menandakan minat baca masyarakat di Indonesia tergolong masih rendah.
Hasil riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan
oleh Central Connecticut State University pada 2016, menyatakan Indonesia
menduduki peringkat 60-61 negara tentang minat baca (febrianti et al., 2021).
Minimnya minat baca akibat sosial media memiliki dampak yang kurang baik
bagi para generasi Z. Kita seharusnya meningkatkan minat baca kita yaitu dengan
membangun motivasi minat membaca, memulai membaca sesuatu yang kita
sukai, menyisihkan waktu yang tepat dan nyaman untuk membaca, menumbuhkan
rasa ingin tahu.
Hal terpenting yang harus dilakukan generasi Z adalah menumbuhkan dan
membangun rasa percaya diri akan pentingnya membaca, terutama karena dapat
membawa manfaat besar bagi pembaca itu sendiri. Teknologi informasi boleh
beranak-pinak menggerogoti buku-buku di muka bumi, akan tetapi minat
membaca jangan sampai musnah. Membaca memberikan dampak dan secara
merata menggerakkan roda pembangunan. Oleh karena itu, ketika kebiasaan
membaca ini diperoleh, maka banyak manfaatnya seperti terbentuknya kareakter
mambaca, terbentuknya motivasi belajar yang akan berpengaruh terhadap capaian
belajar seseorangdi masa mendatang, terbentuknya pengetahuan yang luas
sehingga cara berfikir akan lebih menyeluruh dan pantang menyerah, munculnya
solusi yang lebih kreatif dalam kehidupan dengan membaca banyak refrensi
pengetahuan dari orang lain. Tentunya jika semua orang menyadari pentingnya
membaca, ketersediaan buku-buku berkualitas secara otomatis akan menjadikan
membaca sebagai hobi bagi generasi Z.
---
Salam Peneliti Muda!
Untuk hasil karya yang lebih lengkap dapat menghubungi:
Instagram: @ukmpenelitianunila
Email: ukmpenelitianunila@gmail.com / ukmpunila@gmail.com
Youtube: UKM Penelitian Unila
Tiktok: ukmpunila
0 comments:
Posting Komentar