PENDAHULUAN
Pelanggaran pelecehan seksual kini dapat terjadi dimanapun, dan melalui
apapun, di tempat umum, di tempat tertutup, secara verbal maupun non verbal.
Payung hukum dari pelecehan seksual sendiri tertera pada Kitab Hukum Undang-
Undang Pidana (KUHP) dalam Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab XIV tentang
Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 303). Namun pada kenyataannya,
masih banyak kasus kekerasan seksual yang tidak tertangani.
Kekerasan seksual dapat terjadi tanpa mengenal waktu dan tempat, tidak menutup
kemungkinan akan terjadi pada mahasiswa di lingkungan kampus. Ada beberapa
sebab mengapa kalangan mahasiswa rentan menjadi korban kekerasan seksual,
beberapa diantaranya:
1) Faktor individu : pendidikan rendah, kurangnya sex education, kontrol perilaku
buruk, pernah mengalami riwayat kekerasan, pernah menyaksikan kejadian
kekerasan/pelecehan seksual, dan penggunaan obat–obatan.
2) Faktor lingkungan sosial : kebudayaan atau kebiasaan yang mendukung adanya
tidakan kekerasan seksual, kekerasan yang dilihat melalui media, kelemahan
kesehatan, pendidikan, ekonomi dan hukum, juga budaya patriarki.
3) Faktor hubungan : kelemahan hubungan antara anak dan orangtua, konflik
dalam keluarga, dan juga jarak orang tua dengan mahasiswa yang merantau
menyebabkan mahasiswa kurang adanya pengawasan ketat dari orang tua dan
keluarga.
Komnas Perempuan memaparkan data bahwa kekerasan seksual di
lingkungan pendidikan antara tahun 2015-2021 paling banyak terjadi di perguruan
tinggi atau universitas. Kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan yakni
kekerasan seksual sebesar 87,91 %. Penerbitan Permendikbud No 30 Tahun 2021
tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan
Tinggi diharapkan mampu merespon situasi darurat kekerasan seksual yang terjadi
di universitas
Perkembangan zaman saat ini, ikut mempengaruhi pola perilaku remaja,
terutama dalam berhubungan dengan lawan jenis. Bahkan ada sebagian kecil
dari mereka setuju dengan free sex. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan
mengingat perilaku tersebut dapat menyebabkan Kasus Kehamilan Tidak
Diinginkan (KTD) yang selanjutnya memicu praktik aborsi yang tidak aman,
penularan PMS dan HIV/AIDS, bahkan kematian (Bertens, 2002; Saifulloh, 2011;
Zalbawi, 2002). Perilaku seks diluar nikah yang dilakukan generasi muda
terutama mahasiswa yang berakibat kehamilan, dapat berdampak pada
kehidupan mereka sebagai seorang mahasiswa. Perilaku seks diluar nikah
tersebut mengakibatkan peningkatan kerentanan remaja terhadap berbagai macam
penyakit, terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi,
termasuk ancaman terhadap HIV/AIDS (Suryoputro et al., 2006). Selain
berakibat ke kesehatan dampak perilaku seks di luar nikah juga dapat
mempengaruhi psikologis mahasiswa. Pentingnya pendidikan seks pada
generasi muda terutama mahasiswa merupakan salah satu solusi dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan yang dialami oleh generasi muda saat
ini. Pendidikan seks mengajarkan dan memberi pengertian serta menjelaskan
masalah-masalah yang menyangkut seks, naluri dan perkawinan kepada anak
semenjak akalnya mulai tumbuh dan siap memahami hal-hal mengenai seks dan
perilaku yang tidak bertanggung jawab (Nurlaeli, 2020). Sebagai lembaga
pendidikan, perguruan tinggi penting sekali untuk mengoptimalkan bimbingan
konseling sebagai pendampingan dan sosialisasi pendidikan seks bagi mahasiswa
agar mereka mengetahui dan memahami dampak yang terjadi dari perilaku seks
bebas sehingga mereka dapat lebih berhati-hati dalam bergaul dan berhubungan
dengan lawan jenis.
Maka dari itu, menurut kami sex education harus untuk diterapkan dan
ditingkatkan dalam dunia pendidikan agar dapat meningkatkan literasi generasi
muda terutama mahasiswa tentang pendidikan seksual, hal ini sebagai upaya
menciptakan generasi muda yang unggul.
ISI
Sex education atau pendidikan seksual di perguruan tinggi merupakan
suatu kegiatan untuk memberikan pengetahuan terhadap mahasiswa mengenai
kesehatan reproduksi, hal ini bertujuan agar mahasiswa paham akan bahaya dari
seks bebas, dan dapat mencegah kehamilan sejak dini. Pendidikan dan wawasan
seksual yang diberikan kepada mahasiswa seharusnya dapat mengubah pandangan
dan pemikiran dari mahasiswa bahwa seks bukanlah hal yang tabu. Sex education
dianggap menjadi hal yang tabu karena masih banyaknya orang yang berpikir
bahwa pendidikan seks mengarahkan dan mendorong anak muda untuk
melakukan seks, dan hal ini terjadi berulang-ulang dari generasi ke generasi dan
pada akhirnya tidak ada yang bisa mengerti sisi positif dari pendidikan seksual
karena budaya dan pola pikir yang salah dari awal.
Komnas Perempuan mencatat bahwa selama periode 2017-2021 kasus
kekerasan seksual di lingkungan pendidikan paling banyak terjadi di perguruan
tinggi. Dampak dari kekerasan seksual ini bisa sampai jangka panjang hingga
permanen dan mempengaruhi masa depan perempuan khususnya di kalangan
mahasiswa. Untuk itu Kemendikbudristek menyusun dan mengesahkan
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagai salah satu solusi
pemberantasan kekerasan seksual yang terjadi di universitas.
Peran mahasiswa dalam masyarakat dikenal sebagai agent of change (agen
perubahan). Mahasiswa berperan sebagai penggerak di dalam masyarakat untuk
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi dengan menggunakan ilmu,
gagasan, serta pengetahuan yang dimilikinya. Mahasiswa juga berperan dalam
social control (kontrol sosial) yaitu melakukan kontrol kepada hal-hal yang
bertentangan dengan nilai keadilan di masyarakat dengan memberikan saran,
kritik, serta solusi untuk permasalahan sosial di masyarakat maupun bangsa.
Sehingga peran mahasiswa sebagai agen of change dan social control diharapkan
dapat membawa perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan memberikan
manfaat serta menjadi pengontrol untuk dirinya sendiri, orang-orang di sekitarnya,
bangsa, dan negara.
Begitu besar peran dan tanggung jawab mahasiwa sebagai agent of change
dan social control, sehingga dibutuhkan pengarahan dan perlindungan kepada
mahasiswa untuk menuntun jalannya dalam upaya mewujudkan peran tersebut.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan
seksual, agar mahasiswa paham akan bahaya perbuatan tersebut dan menyadarkan
mahasiswa bahwa dirinya memiliki peran dan tanggung jawab yang besar kepada
bangsa dan negara.
Maka, menurut kami perlu adanya sebuah upaya nyata sebagai bentuk
pencegahan terhadap kekerasan seksual sedini mungkin. Untuk itu, kami hadir
membawa sebuah terobosan yaitu membuat ”Smart Book”, sebuah buku tentang
edukasi seksual yang disusun sesuai dengan kategori umur. Dengan begitu kami
berharap dapat sedikit berkontribusi terhadap pendidikan seksual di Indonesia
sebagai upaya membangun agent of change yang cerdas, unggul, dan sehat.
PENUTUP
Berdasarkan pengamatan dan analisis kami, menurut kami sex eduction
merupakan salah satu langkah tepat untuk mencegah kekerasan seksual,
khususnya pada mahasiswa. Hal ini tentulah sejalan dengan harapan pemerintah
yang ingin menjadikan mahasiswa sebagai agent of change dan social control.
Adapun kami berharap melalui pendapat kami mengenai sex education yang
telah kami paparkan, dapat membantu pemerintah dan masyarakat pada
umumnya, untuk dapat bersama-sama menciptakan perubahan pada generasi
muda sebagai generasi pembangun bangsa.
0 comments:
Posting Komentar