"Setiap orang berusaha mencapai sesuatu yang besar, tanpa menyadari bahwa hidup
terdiri dari hal-hal kecil." (Frank A. Clark).
Kutipan tersebut menyatakan hal-hal kecil yang sering terabaikan padahal dapat
berdampak luar biasa bagi kehidupan, diantaranya adalah sampah organik sisa makanan.
Tanpa disadari, limbah makanan merupakan salah satu limbah yang berkontribusi signifikan
terhadap masalah tempat pembuangan sampah global. Sebagai sampah organik yang mudah
terurai dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia, sisa makanan dianggap tidak lebih
berbahaya dibandingkan dengan sampah anorganik. Padahal berdasarkan penelitian terdahulu
ditemukan bahwa proses pembusukan sampah organik akan menghasilkan gas metana (CH4)
yang ternyata 21 kali lebih kuat dari gas karbon dioksida (CO2), keduanya merupakan gas
rumah kaca dan dapat memicu pemanasan global. (Puger, 2018). Perubahan iklim yang
mungkin timbul akibat masalah tersebut dapat berpengaruh buruk terhadap pertanian dan
ketahanan pangan.
Mengutip data United Nations Environment Programme (UNEP), pada 2021
Indonesia merupakan negara penghasil sampah makanan terbesar nomor satu di Asia
Tenggara yang menghasilkan 20,93 juta ton sampah makanan setiap tahunnya. Keadaan ini
semakin mengkhawatirkan jika dikaitkan dengan fakta bahwa semakin bertambahnya jumlah
penduduk di Indonesia akan meningkatkan pola konsumsi masyarakat, dengan meningkatnya
pola konsumsi maka sebaran sampah juga akan meningkat, terutama sampah organik sisa
makanan. Bahkan, sampah sisa makanan menjadi komposisi sampah terbanyak di Indonesia,
tidak hanya terjadi pada tahun 2021, tetapi juga beberapa tahun sebelumnya. Menurut Sistem
Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2021, jumlah timbulan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga mencapai 30.880.326,49 ton per tahun.
Dimana 40,9% sampah berasal dari aktivitas rumah tangga. Sumber sampah terbesar
berikutnya berasal dari pasar tradisional, yakni 17,3%. Sebanyak 18,1% sampah berasal dari
perniagaan. Lalu, 23,6% sampah berasal dari sumber lainnya. Berdasarkan jenisnya,
komposisi sampah di Indonesia terdiri dari 17,4% sampah plastik dan 12,9%
kayu/ranting/daun yang selama ini penanggulannya sangat diutamakan. Sementara itu 40,4%
sampah yang dihasilkan masyarakat Indonesia berupa sisa makanan namun sering diabaikan
karena dianggap mudah terurai dengan sendirinya, serta 7,8% sampah yang berasal dari jenis
lainnya. Berikut ini merupakan grafik komposisi sampah berdasarkan sumber sampah dan
jenis sampah berdasarkan data SIPSN pada tahun 2021:
Upaya penanggulangan sampah di Indonesia sebenarnya sudah banyak dilakukan,
baik melalui regulasi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, sekolah, dan lain
sebagainya, akan tetapi belum bisa menangani permasalahan sampah secara signifikan. Salah
satu alternatif pengelolaan sampah makanan yang sedang dikembangkan di Indonesia adalah
Black Soldier Fly (BSF) atau disebut juga maggot. Maggot akan mengkonsumsi sisa
makanan dan mengomposkan sampah tersebut. Dalam perkembangannya, industri maggot
sudah mulai memasuki era digitalisasi dengan teknologi dan sistem informasi melalui website
asosiasi. Namun sistem platform website yang mereka kembangkan masih berfokus pada
produksi maggot dan informasi berupa edukasi pemanfaatan maggot dalam mengurangi
sampah organik. Penggunaannya pun terbatas pada pihak yang memiliki kepentingan saja
terutama peternak maggot, atau bisa disebut belum melibatkan kontribusi masyarakat secara
komersial terutama pada kategori rumah tangga yang sejatinya merupakan penghasil sampah
makanan terbesar di Indonesia saat ini.
Berangkat dari keprihatinan tersebut serta didasari oleh pola hidup manusia pada era
digital dimana segala aspek kehidupan masyarakat sangat erat dengan teknologi dan internet,
maka langkah solutif yang dapat dijalankan untuk meningkatkan kontribusi masyarakat
dalam pengelolaan sampah secara berkelanjutan adalah melalui pengembangan aplikasi
seluler “Si Damar: Sistem Daur Ulang Sampah Makanan Berkelanjutan”. Aplikasi ini akan
menyediakan akses penyaluran sampah makanan dari rumah tangga, pelaku usaha mikro,
kecil, dan menengah di bidang kuliner, restoran, hotel, dan pasar tradisional kepada peternak
maggot untuk diproses menjadi kompos dan disalurkan kepada petani yang nantinya akan
digunakan sebagai pupuk dan hasil tanamannya akan dipasarkan kembali ke masyarakat.
Dengan begitu akan terbentuk siklus pelestarian lingkungan yang berkelanjutan.
Untuk menarik minat masyarakat secara luas serta mendorong keterlibatan pengguna
dengan aplikasi, aplikasi Si Damar menggunakan pendekatan gamification. Istilah
gamification merujuk pada proses pengaplikasian konsep game pada proses pembelajaran
atau pelatihan supaya lebih menarik serta menghibur bagi peserta sehingga dapat
meningkatkan daya tarik terhadap suatu hal. (Pratomo, 2018). Pemodelan dan verifikasi
pengembangan aplikasi seluler mengikuti metodologi Agile UX. Metodologi dipilih karena
sifat pekerjaan yang membutuhkan keterlibatan aktif dari pengembang sistem, manajemen
proyek, dan pemangku kepentingan sistem lainnya. Analisis kebutuhan dan desain aplikasi
akan menjadi inti dan elemen penting untuk konteks aplikasi ini. Karena prosesnya
melibatkan pengembang, perancang, peneliti, dan pengguna potensial (misalnya, admin
pertanian, rumah tangga, restoran, perwakilan otoritas lokal), semua pemangku kepentingan
akan memvalidasi persyaratan, desain, dan umpan balik. User stories sangat penting untuk
memahami peran yang terlibat dalam aplikasi sistem dan fitur mana yang harus dirancang
sesuai dengan peran tersebut. Dalam aplikasi Si Damar terdapat tiga user stories utama yang
dijalankan, yaitu kolektor, rumah tangga/ restoran/ UMKM/ hotel, dan administrator.
Kolektor adalah pengendara yang mengumpulkan sampah dari lokasi penjemputan
dan mengangkutnya ke tempat pembuangan akhir yang ditentukan. Mereka harus melamar
menjadi kolektor di aplikasi dan menunggu persetujuan admin. Mereka akan diberikan ID
kolektor setelah disetujui. Aplikasi akan menggunakan Google Maps untuk menunjukkan
lokasi dengan tujuan pelacakan untuk membantu pengendara dalam mengambil sampah.
Kolektor perlu memindai kode QR di lokasi pengambilan dan pengiriman serta
mengkonfirmasi item pengambilan. Pengendara harus masuk ke halaman mereka untuk
melihat dasbor mereka tentang tugas yang telah diselesaikan, tugas pengumpulan baru, tugas
yang belum selesai, tugas riwayat, dan pendapatan yang dikumpulkan dari tugas. Pengendara
akan dapat memperbarui profil mereka dan melihat pencapaian mereka melalui elemen
gamifikasi di halaman mereka.
Yang kedua adalah rumah tangga atau restoran. Rumah tangga/restoran/ UMKM/
hotel perlu memastikan bahwa sisa makanan siap untuk dikumpulkan. Sampah-sampah
tersebut harus dikantongi sesuai petunjuk dan kemudian disiapkan dengan deskripsi, jumlah
kantong, dan berat total yang akan dimasukkan ke dalam aplikasi. Dalam aplikasi, mereka
dapat menemukan petunjuk dan informasi tentang apa yang boleh dan tidak boleh
dikumpulkan dari sisa makanan. Rumah tangga harus memesan tanggal dan waktu yang
tersedia untuk pengambilan dalam aplikasi. Selain itu, mereka akan dapat melihat seluruh
riwayat koleksi dan koleksi terjadwal berikut. Aplikasi ini juga memungkinkan untuk
penjadwalan dan pembatalan. Rumah tangga dapat melihat pencapaian dan kontribusi mereka
terhadap lingkungan ramah lingkungan di halaman profil mereka.
Administrator adalah orang yang bertanggung jawab atas sistem. Administrator akan
dapat mengelola pengguna. Setelah memeriksa dan memverifikasi profil pengguna, mereka
akan secara manual menetapkan peran pengguna sistem (kolektor, rumah tangga, dan
restoran). Selain alokasi pengumpulan otomatis, admin akan dapat menugaskan kolektor
untuk mengumpulkan sampah secara manual. Admin dapat melihat dan melaporkan semua
transaksi. Admin juga yang bertugas menyetujui pengiriman sampah dan memproses
pembayaran kepada kolektor.
Adapun prototype aplikasi Si Damar sendiri memiliki fitur-fitur sebagai berikut.
Desain terdiri dari tiga bagian utama yang sejalan dengan cerita pengguna. Desainnya
mencakup layar untuk mendaftar dan masuk (lihat Gambar 2), layar utama untuk kolektor –
dasbor tugas pengumpulan, riwayat transaksi, arah peta untuk pengumpulan, profil pengguna
– dengan elemen gamification, dan pembuatan kode QR (Gambar 3a dan 3b). Ini juga
mencakup layar utama untuk rumah tangga dan restoran – profil kolektor dengan
gamification, riwayat transaksi, hadiah, dan pembuatan kode QR (Gambar 4).
Gamification (seperti pada Gambar 5) termasuk poin, peringkat, level, dan hadiah.
Pengendara akan diberikan poin berdasarkan jumlah total kilometer yang dikumpulkan.
Ketika mereka mencapai titik tertentu, seperti 1 km hingga 10.000 km, mereka akan maju ke
tingkat menengah, 10.0001 km – 50.000 km, dan 50.001 km ke atas, mereka akan naik ke
tingkat lanjutan. Administrator TPA dapat menyesuaikan levelnya. Elemen peringkat
ditentukan oleh pendapatan pengendara dari koleksi. Setiap pengendara dapat mengubah poin
mereka menjadi hadiah fisik berdasarkan penawaran penukaran yang dibuat oleh pihak yang
berpartisipasi.
Elemen gamification (Gambar 6) dalam fungsi restoran atau rumah tangga meliputi
poin, peringkat, level, dan penghargaan. Seperti pengendara, restoran/rumah tangga akan
diberi poin berdasarkan jumlah sampah yang mereka kirim ke tempat penampungan sampah.
Ketika mereka mencapai berat kilogram tertentu, misalnya, antara 1kg dan 1.000kg, level
mereka diubah menjadi penjaga. Jika berat totalnya antara 1.001kg dan 5.000kg, level mereka
berubah menjadi penyelamat, dan jika total beratnya lebih dari 5001 kg, level mereka
berubah menjadi ksatria. Peringkat ditentukan oleh jumlah total kg yang disumbangkan. Poin
yang terkumpul dapat ditukarkan berdasarkan penawaran penukaran.
Sebagai sebuah aplikasi penanggulangan sampah makanan dengan unsur
gamification, pembuangan limbah makanan di setiap kalangan dapat dilakukan dengan tepat
da memanfaatkan BSF merupakan salah satu cara untuk mendukung tujuan memiliki dan
menjaga lingkungan yang bersih dan aman. Penggunaan alat bantu, seperti aplikasi seluler
dengan gamified untuk pengelolaan limbah makanan diperlukan untuk memudahkan proses
pembuangan. Metode ini membutuhkan keterlibatan masyarakat sekitar agar setiap orang
dapat berkontribusi pada lingkungan yang aman. Selain itu, dengan menyediakan aplikasi
jenis ini, masyarakat akan dapat belajar dan beradaptasi dengan pembuangan limbah
makanan yang baik dan aman dalam gaya hidup mereka. Namun, pengolahan limbah harus
memenuhi kriteria yang ditentukan untuk menjaga kualitas dekomposisi. Ini juga akan
membantu pemerintah daerah dalam memantau kepatuhan limbah makanan menggunakan
aplikasi.
---
Salam Peneliti Muda!
Untuk hasil karya yang lebih lengkap dapat menghubungi:
Instagram: @ukmpenelitianunila
Email: ukmpenelitianunila@gmail.com / ukmpunila@gmail.com
Youtube: UKM Penelitian Unila
Tiktok: ukmpunila
0 comments:
Posting Komentar