PENDAHULUAN
Indonesia kini sedang menyiapkan diri untuk menghadapi era society 5.0. Konsep
society 5.0 merupakan konsep dengan masyarakat masa depan yang menempatkan
manusia sebagai pusat inovasi (human centered) dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas hidup, tanggung jawab sosial,
serta berkembang secara berkelanjutan (Usmaedi, 2021). Era society 5.0 dapat
mendorong inovasi dalam pendidikan. Pendidikan di era society 5.0 yang baik
tidak hanya membuat peserta didik berpengetahuan, tetapi memiliki sikap
keilmuan terhadap teknologi, yaitu sikap kritis, logis, inovatif, dan inventif.
Pendidikan pun memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk
kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, terutama melalui sistem pembelajaran
wisata edukasi berkelanjutan era society 5.0.
Perubahan lingkungan, perubahan iklim, penurunan kualitas udara dan air, sampah
dan hilangnya keanekaragaman hayati telah meningkatkan kesadaran terhadap
isu-isu lingkungan. Pendidikan berperan dalam mendidik masyarakat tentang
dampak negatif tersebut. Berdasarkan data BPS, ada 399,376 unit sekolah di
Indonesia pada tahun ajaran 2022/2023. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan
negara-negara lain. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pembelajaran wisata
edukasi berkelanjutan dapat dijadikan sebagai sebuah konsep penting di era
society 5.0. Pendidikan pariwisata atau yang lebih dikenal sebagai wisata edukasi
merupakan suatu program dengan peserta kegiatan wisata melakukan suatu trip
atau perjalanan ke lokasi tertentu secara berkelompok dengan tujuan mendapatkan
pengalaman belajar mengenai lokasi yang dikunjungi secara langsung (Saeroji,
2022). Sistem pembelajaran ini memadukan pemahaman dampak pariwisata
terhadap lingkungan dan budaya lokal dengan pengembangan bentuk pariwisata
berkelanjutan. Hal ini memungkinkan simulasi lingkungan dan pengalaman
pembelajaran mendalam tentang pembangunan berkelanjutan.
Di daerah Lampung, pemerintah sudah cukup banyak membuat objek wisata
edukasi, seperti PKK Agropark Lampung yang berlokasi di Lampung Selatan.
Objek wisata tersebut memadukan beberapa tempat rekreasi yang dijadikan
sebagai bahan edukasi. PKK Agropark Lampung sendiri dibangun dengan tujuan
untuk mengedukasi dan memperkenalkan pertanian kepada pengunjung (Suryani
dkk., 2022). Meskipun begitu, pengunjung yang datang ke objek wisata tersebut
cenderung bertujuan untuk bertamasya atau bersenang-senang ke kebun serta
taman, alih-alih untuk belajar atau menambah wawasan mengenai pertanian.
Selain itu, pemerintah juga belum menghadirkan wisata edukasi mengenai
perlindungan serta pengelolaan lingkungan. Oleh itu, melalui kurikulum yang
terintegrasi dengan isu lingkungan dan kegiatan wisata edukasi berkelanjutan,
maka dibentuk ELING (EduWisata System Learning) yang dapat membantu
masyarakat memahami pentingnya perlindungan lingkungan dan bagaimana
mereka dapat berkontribusi untuk melindunginya. Sistem pembelajaran ini
mendorong masyarakat untuk berpikir kreatif dalam mencari solusi permasalahan
lingkungan seperti pengurangan sampah plastik dan efisiensi energi. Selain itu,
ELING juga mendorong kolaborasi dan komunitas dalam masyarakat. Melalui
proyek berkelanjutan, siswa dan masyarakat dapat menerapkan praktik ekologi
bersama-sama. Dengan demikian, pendidikan pada era society 5.0, khususnya
melalui sistem pendidikan wisata edukasi berkelanjutan ELING, mempunyai
potensi besar untuk mengembangkan kesadaran lingkungan masyarakat serta
mengajarkan keterampilan pembangunan berkelanjutan dan mendorong tindakan
positif ke arah perlindungan lingkungan.
ISI
Kesadaran lingkungan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Hal tersebut
dibuktikan dengan data timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2022 yang
mencapai 35.833.450,64 ton (SIPSN, 2022). Perlu adanya suatu sistem
pembelajaran inovatif yang mampu menyelesaikan masalah minimnya kesadaran
lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis memberi solusi yang
dapat diterapkan yaitu EduWisata System Learning yang berbasis pada wisata
edukasi berkelanjutan berupa outbond. Outbond merupakan suatu program
pembelajaran yang dilakukan di alam terbuka dengan menerapkan prinsip belajar
melalui pengalaman langsung (experimental learning) yang umumnya disajikan
dalam bentuk diskusi, simulasi, permainan, dan petuangan sebagai media
penyampaian materi (Yunaida dan Rosita, 2018). Peserta outbond secara aktif
dilibatkan dalam seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan. Dengan begitu,
peserta akan mendapat umpan balik dari kegiatan yang dilakukan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pengembangan diri oleh peserta outbond. Melalui
outbond, peserta juga dapat melatih kepekaan sosial yang dimilikinya karena
dalam pelaksanaannya, kegiatan ini lebih banyak menuntut untuk
mengembangkan kemampuan ESQ (Emotional and Spiritual Quotient)
A. KONSEP ELING (EDUWISATA SYSTEM LEARNING)
Pada ELING, akan diadakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan serta ilmu-ilmu terapan mengenai lingkungan
sehingga tingkat kesadaran akan lingkungan dapat meningkat pula. Konsep
ELING menggunakan kurikulum yang terintegrasi dengan isu lingkungan dan
kegiatan wisata edukasi berkelanjutan. Peserta akan berkontribusi dalam sebuah
proyek dan kegiatan yang berbasis pada praktik ekologi. Dengan begitu, output
yang dididapatkan oleh peserta yang paling utama adalah meningkatnya kesadaran
lingkungan dan tumbuhnya rasa cinta pada lingkungan. Adapun rancangan alur
kegiatan ELING adalah sebagai berikut.
Pengarahan oleh guide dilakukan sebelum peserta memulai seluruh rangkaian
kegiatan. Pengarahan dilakukan dengan memberikan penjelasan dasar mengenai
kondisi bumi saat ini, keadaan lingkungan di Indonesia, serta permasalahan
sampah yang menumpuk di lingkungan. Kemudian dilanjutkan dengan
menjelaskan rangkaian kegiatan secara singkat.
B. BIOPORI
Kegiatan berikutnya adalah biopori. Biopori atau lubang resapan biopori
memanfaatkan prinsip teknologi sederhana yang memperbanyak volume air yang
terserap ke dalam tanah. Pembuatan lubang resapan biopori dilakukan dengan cara
melubangi tanah menggunakan bor biopori yang berdiameter 10 cm dengan
kedalaman 80-100 cm. Tanah yang sudah dilubangi kemudian diisi dengan
sampah organik. Sampah organik tersebut akan membantu organisme-organisme
tanah membentuk pori-pori pada tanah, sehingga air yang nantinya mengalir di
atas permukaan tanah dapat terserap ke dalam pori-pori tersebut. Metode ini
dicetuskan oleh salah satu peneliti di Institut Pertanian Bogor, Dr. Kamir R. Brata
(Purnami, 2016). Manfaat yang didapatkan dari pembuatan lubang resapan
biopori adalah dapat mencegah terjadinya banjir, serta biopori akan menghasilkan
kompos dari sampah-sampah organik yang telah diuraikan oleh organisme tanah
setelah 4-5 bulan. Hasil kompos yang telah dapat dipanen dari biopori dapat
dipergunakan para peserta untuk dicampurkan pada tanah sebagai pupuk dalam
penanaman pohon.
C. EDUKASI SAMPAH
Edukasi sampah dilakukan dengan membuat pos pemajangan karya daur ulang
sampah dan memberikan materi mengenai sampah dan cara pemilahannya. Dalam
kegiatan ini, setelah pemaparan materi selesai, peserta akan berkontribusi secara
aktif dalam proses pemilahan sampah. Pemilahan sampah merupakan cara
penanganan sampah yang dianggap paling efektif dan sederhana, tetapi dalam
pelaksanaannya masih jauh dari kata berhasil. Berdasarkan data dari Sistem
Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) (2022), dari total produksi
sampah nasional, terdapat 65,71% (13,9 juta ton) sampah yang dapat terkelola,
sedangkan sisanya 34,29% (7,2 juta ton) belum terkelola dengan baik. Masyarakat
Indonesia cenderung abai dalam memilah sampah, dan lebih sering
mencampurkan semua jenis sampah dalam satu tempat. Hal tersebut yang
membuat sampah menjadi tertimbun dan mencemari lingkungan. Oleh karena itu,
kegiatan ini dilakukan dengan harapan peserta dapat mempraktikkan pemilahan
sampah yang tepat dalam kehidupannya sehari-hari. Setelah itu, peserta akan
melihat pos pemajangan karya daur ulang sampah. Di sekitar kita, banyak sekali
sampah plastik. Biasanya, sampah tersebut dimusnahkan dengan cara pembakaran.
Pembakaran sampah menghasilkan asap yang dapat memicu penyakit kanker,
gangguan pernapasan, gangguan sistem saraf, hingga hepatitis (Nofiyanti dkk.,
2020). Sampah, terutama sampah plastik, dapat didaur ulang menjadi suatu benda
yang memiliki nilai jual. Melihat dari potensi pemanfaatan hasil daur ulang
sampah plastik, sebenarnya sampah plastik tidak hanya menjadi sumber masalah,
tetapi dapat juga memberikan peluang bisnis. Produk-produk yang dipajang dalam
kegiatan ELING merupakan hasil tangan dari UMKM lokal yang bergerak dalam
bidang daur ulang limbah, dan para peserta dapat membeli karya tersebut sebagai
buah tangan. Dengan begitu, kegiatan ini juga dapat mendukung UMKM lokal.
D. ICE BREAKING DAN PENGUATAN
Ice breaking dan penguatan dilakukan setelah edukasi sampah. Ice breaking
merupakan sesi permainan yang dilakukan bersama-sama untuk menyegarkan
pikiran. Sementara itu, penguatan diberikan ketika peserta sedang beristirahat.
Peserta diajak untuk menyampaikan hal-hal yang mereka dapatkan selama
kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya, serta kesan dan pesan ketika
melakukan rangkaian kegiatan. Penguatan ini diberikan kepada para peserta
dengan tujuan agar semakin mencintai lingkungan.
E. ECOPRINT
Rangkaian kegiatan diakhiri dengan ecoprint. Ecoprint merupakan suatu teknik
untuk mentransfer warna serta bentuk melalui kontak langsung pada kain dengan
memanfaatkan bahan-bahan dari bagian tumbuhan yang mengandung pigmen
warna, seperti daun, bunga, dan kulit batang (Hikmah dan Retnasari, 2021).
Ecoprint menghasilkan motif dan warna kain yang unik. Hal tersebut disebabkan
karena motif yang dihasilkan tidak bisa diduga meskipun menggunakan teknik
serta jenis tumbuhan yang sama. Beberapa hal yang mempengaruhi hasil dari
ecoprint, yaitu jenis kain, proses mordanting, serta fiksasi. Hal tersebut yang
menjadikan ecoprint memiliki nilai seni yang tinggi. Produk yang dihasilkan dari
ecoprint merupakan produk ramah lingkungan. Dalam kegiatan ini, para peserta
akan diberikan tutorial pembuatan ecoprint, kemudian langsung
mempraktikkannya. Karya dari masing-masing peserta dapat dibawa pulang
sebagai buah tangan.
F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ELING
Dalam pengimplementasiannya, ELING memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dari ELING, yaitu dapat meningkatkan kesadaran para
peserta akan lingkungan melalui pengalaman langsung yang menambah
pemahaman mengenai permasalahan lingkungan yang terjadi; dapat membentuk
karakter para peserta agar kritis, inovatif, kreatif, bertanggung jawab, dan peduli
akan sesama; melibatkan aspek sosial dan ekonomi dalam kegiatannya sehingga
dapat menyeimbangkan antara pelestarian lingkungan, kesejahteraan sosial, dan
keberlanjutan ekonomi di era society 5.0; serta mendukung Sustainable
Development Goals pada poin Life on Land dan Quality Education.
ELING menjadi solusi bagi permasalahan lingkungan yang terjadi di Indonesia
melalui pendidikan. Sistem pembelajaran ini memberikan dampak kognitif,
psikomotorik, dan afektif bagi para peserta. Peserta juga diajarkan untuk
menanamkan kebiasaan hidup ekologis, yang menjadikan peserta termotivasi
untuk melakukan aktivitas mengenai gaya hidup ekologis, seperti mengurangi
penggunaan sampah plastik dengan membawa botol minum, tidak membuang
sampah sembarangan, dan belajar untuk memanfaatkan apa yang ada di sekitar
kita sebagai sesuatu yang memiliki nilai penting. ELING dapat dijadikan sebagai
kurikulum atau percontohan bagi pendidikan nilai untuk membangun kesadaran
lingkungan di sekolah maupun masyarakat secara berkelanjutan di era society 5.0.
Sementara itu, ELING juga masih memiliki beberapa kekurangan, yaitu
keterbatasan aksesibilitas dimana tidak semua masyarakat memiliki akses yang
sama terhadap kegiatan ini; ketergantungan pada sumber daya; dan memakan
waktu yang tidak sebentar untuk mencapai tujuan ELING, yaitu menumbuhkan
sikap masyarakat yang peduli akan lingkungan.
PENUTUP
Indonesia saat ini sedang menyiapkan diri untuk menghadapi era society 5.0,
tetapi kesadaran lingkungan masyarakat masih tergolong rendah. Oleh karena itu,
dibentuk sistem pembelajaran wisata edukasi berupa ELING (EduWisata System
Learning) yang berbasis outbond yang mampu menyelesaikan masalah minimnya
kesadaran lingkungan. Konsep ELING yaitu dengan menggunakan kurikulum
yang terintegrasi dengan isu lingkungan dan kegiatan wisata edukasi
berkelanjutan. Sistem pembelajaran ini mendorong masyarakat society 5.0 untuk
berpikir kreatif dan inovatif dalam mencari solusi permasalahan lingkungan.
Rangkaian kegiatan ELING meliputi pengarahan dari guide, biopori, edukasi
sampah, ice breaking dan penguatan, serta ecoprint. Terciptanya wisata edukasi
berkelanjutan ini memberikan kesempatan bagi generasi mendatang untuk tetap
bisa merasakan, menikmati, serta sumber daya yang ada saat ini.
Sub Tema: Lingkungan, Pendidikan
Disusun Oleh:
1. Chintia Putri Purwoadi
2. Indah Tri Ningrum
3. M. Nur Ari Affandi
---
Salam Peneliti Muda!
Untuk hasil karya yang lebih lengkap dapat menghubungi:
Instagram: @ukmpenelitianunila
Email: ukmpenelitianunila@gmail.com / ukmpunila@gmail.com
Youtube: UKM Penelitian Unila
Tiktok: ukmpunila
0 comments:
Posting Komentar