Sabtu, 07 Desember 2024

Cochar : Briket Kulit Kakao dan Zeolit Sebagai Sumber Energi Zero Emission di Provinsi Lampung Dengan Terintegrasi Internet of Things (IoT) Dalam Upaya Mewujudkan SDGs 2030

Pendahuluan

Sustainable Development Goals (SDGs) adalah komitmen masyarakat dunia untuk mencapai tujuan berkelanjutan dalam menghadapi berbagai ancaman dan tantangan negara-negara di dunia. Orientasi tersebut mengacu kepada 17 tujuan dalam kerangka SDGs yang telah diadaptasi oleh negara anggota PBB hingga tahun 2030 (Saputri dkk., 2021). Salah satu tujuan SDGs yang ke-13 yaitu penanganan perubahan iklim. Perubahan iklim dapat dikatakan sebagai kondisi suhu dan pola cuaca dalam jangka waktu tertentu. Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan negara-negara di dunia tanpa terkecuali Indonesia. Berdasarkan data analisis BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, 2024) pada bulan September 2024 tercatat suhu udara rata-rata sebesar 27,4 C. Hal ini tergolong meningkat jika dibandingkan dengan normal suhu udara pada periode tahun 1991-2020 yaitu 26,56 C.

Peningkatan suhu udara (pemanasan global) diperkiran karena aktivitas manusia terutama dalam penggunaan bahan bakar fosil sehingga emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer mengalami peningkatan. Konsumsi bahan bakar fosil akan meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang secara global 72% berasal dari emisi CO2, 18 % berasal dari emisi CH4, 9% berasal dari emisi N2O, dan 1% berasal dari emisi gas lainnya (Susan dkk., 2023). Emisi di Indonesia telah meningkat secara signifikan sejak tahun 1990 yaitu mencapai angka 581 MtCO2 pada tahun 2019. Terdapat beberapa sektor yang berkontribusi sebagai penyumbang emisi CO2 antara lain, sektor industri 37%, transportasi 27%, dan pembangkit listrik dan panas 27%. Berdasarkan data laporan CO2 di Asia Tenggara, Indonesia memiliki jumlah angka paling tinggi dibandingkan dengan negara lainnya dalam interval tahun 2015-2019.

Masalah yang dihadapi saat ini yaitu timbul akibat tingginya angka gas emisi CO2 sehingga terjadi pemanasan global. Upaya pemerintah dalam mengatasi jumlah CO2 yang tinggi salah satunya dengan menggunakan sumber energi rendah emisi (Gamatara dan Kusumawardani., 2024). Sumber daya rendah emisi mengacu pada energi yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang lebih sedikit dibandingkan dengan sumber energi lainnya seperti fosil. Penggunaan sumber daya yang rendah emisi tentunya sangat penting sebagai upaya mitigasi perubahan iklim dan transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan (Pahlevi dkk., 2024). Terdapat beberapa alternatif sumber energi yang dapat dikembangkan salah satunya berupa briket. Briket adalah bahan bakar dalam bentuk padat yang terbuat dari limbah organik (Mutiara dkk., 2024). Limbah organik umumnya merupakan limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu limbah organik yang belum termanfaatkan secara optimal yaitu adalah kulit buah kakao. Buah kakao terdiri dari ± 74% kulit buah, 2% plasenta, dan 24% biji (Mutiara dkk., 2024). Pada tahun 2022 produksi buah kakao di Provinsi Lampung mencapai 53.991 ton (Badan Pusat Statistika, 2022). Angka produksi buah kakao yang cukup tinggi ini tentunya dapat menjadi peluang potensi untuk pengembangan briket yang berasal dari kulit kakao. Selain itu juga, dengan persentase kulit buah kakao sebesar 74% maka apabila kulit buah ini dibuang di sekitar kebun akan menjadi masalah lingkungan (Barus dkk., 2022).

Zeolit merupakan polimer anorganik yang tersusun dari unit berulang terkecil berupa tetrahedra SiO4 dan AlO4. Zeolit alam menjadi senyawa alumina silikat terhidrasi yang secara fisik dan kimia mempunyai kemampuan sebagai penyerap (adsorpsi), penukar kation dan sebagai katalis. Dalam implementasinya zeolit sudah banyak digunakan sebagai adsorben CO2 maupun zat lainnya. Komponen zeolit mampu menyerap CO2 mencapai 75,5% bergantung pada ukuran partikel dan laju aliran CO2 (Utami, 2017). Berdasarkan pemaparan masalah dan potensi TON/TAHUN Jumlah Produksi Kakao kulit buah kakao serta zeolit sebagai upaya menurunkan gas emisi CO2, penulis menarik solusi yang dapat diterapkan yakni pembuatan cochar berupa briket dari kulit kakao dan zeolit sebagai sumber energi rendah emisi. Skema cochar ini terintegrasi dengan dengan IoT (Internet of Things) untuk meningkatkan efisiensi dan monitoring dalam penggunaan cochar. Melalui solusi ini, akan membantu dalam mengembangkan Provinsi Lampung dalam pengolahan produk inovasi berkelanjutan dan tentunya sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) tahun 2030.

Pembahasan 

Cochar merupakan inovasi briket yang terbuat dari kulit buah kakao dan zeolit sebagai upaya menurunkan emisi gas CO2. Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai briket menjadi salah satu optimalisasi limbah kulit buah kakao supaya tidak menumpuk di lahan dan mengganggu lingkungan. Proses ini diawali dengan pengumpulan kulit kakao, diikuti oleh tahap pengeringan, karbonisasi, penggerusan, dan pengayakan (Saputra dkk., 2023). Tahap pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam kulit kakao, yang dilakukan dengan oven pada suhu 120°C selama 4 jam. Selanjutnya, proses karbonisasi berlangsung dalam furnace pada suhu 400°C selama 1 jam. Kemudian, kulit kakao yang telah dikarbonisasi digerus menggunakan mortar dan disaring dengan ayakan 40 mesh untuk memperoleh arang halus (Virgiwan, 2022).

etelah arang halus berhasil diproduksi, langkah berikutnya yaitu menggabungkan dengan zeolit dan perekat. Namun, zeolit terlebih dahulu diaktivasi. Aktivasi zeolit dilakukan dengan mencampurkan H2SO4 sebanyak 25% dan dilanjutkan proses kalsinasi pada suhu 500 C selama 4 jam menggunakan furnace (Utami, 2017). Zeolit berukuran 60 mesh dipilih karena memiliki efektivitas penyerapan CO₂ yang cukup tinggi, mencapai 75,5% (Utami, 2017). Zeolit yang telah diaktifkan dicampur dengan arang halus dan bahan perekat berupa tepung tapioka sebesar 20% dari berat kulit kakao. Tepung tapioka dilarutkan dalam 50 ml air, lalu dipanaskan hingga membentuk lem perekat. Selanjutnya, lem perekat dicampurkan dengan arang kulit kakao, dan adonan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan briket berbentuk kubus berukuran 5 cm. Briket yang telah dicetak kemudian dikeringkan dalam oven selama dua hari, dengan pemanasan empat jam per hari pada suhu 120ºC agar kadar air briket rendah, sehingga lebih tahan lama dan tidak mudah padam saat digunakan (Saputra dkk., 2023). Dengan demikian, produk akhir berupa cochar siap digunakan sebagai sumber energi.

Briket kulit buah kakao (cochar) memiliki nilai kalor sebesar 5.273 kal/g dan kadar air sebesar 2,98% (Saputra dkk., 2023). Pembuatan cochar dikombinasikan dengan bahan zeolit untuk meningkatkan densitas briket, menyerap kelembaban sehingga menjaga briket dalam penyimpanan, dan menurunkan gas emisi CO2 yang dihasilkan oleh cochar (Badri dan Bahri, 2024).

Cochar sebagai briket menjadi salah satu supply bahan bakar energi rumah tangga maupun industri yang dapat dikembangkan secara luas. Penggunaan Cochar sebagai briket dapat menggantikan penggunaan bahan bakar kayu, sisa gergajian, ataupun bahan bakar yang berasal dari fosil yang lebih efisien dan rendah emisi. Penggunaan bahan bakar fosil secara terus menerus tentunya akan berdampak buruk bagi lingkungan terutama produksi emisi gas CO2 yang tinggi sehingga dapat berpengaruh terhadap perubahan iklim. Selain itu juga cochar dalam proses pembakarannya lebih efisien karena minim menghasilkan asap dan jelaga, sehingga mengurangi polusi udara.

Integrasi IoT (Internet of Things) dalam pengembangan inovasi cochar ini perlu diterapkan. Hal ini bertujuan agar proses monitoring dapat berjalan dengan lebih optimal dan meningkatkan efisiensi inovasi. Penggunaan IoT (Internet of Things) ini dirancang untuk mendeteksi jumlah CO2 yang dihasilkan oleh cochar dan langsung terhubung degan perangkat digital melalui aplikasi yaitu My Cochar.

enjelasan skema kerja Cochar terintegrasi IoT (Internet of Things) yaitu dimulai dengan udara akan mengenai sensor MQ-2. Sensor MQ-2 ini nantinya akan mendeteksi gas CO2 dari hasil pembakaran (Amsar dkk., 2020). Hasil baca sensor selanjutnya akan dihantarkan ke mikrokontroler untuk diproses. Mikrokontroler yang digunakan yaitu jenis mikrokontroler PIC16F877 untuk mengoptimalisasi pengolahan data dari hasil baca sensor (Pelawi dan Yulianto., 2023). Selanjutnya, hasil proses data pada mikrokontroler akan masuk ke server untuk diolah dan diberikan respon. Apabila emisi gas CO2 lebih dari 1000 ppm (Awal, 2019), maka akan langsung muncul peringatan melalui notifikasi pada aplikasi My Cochar dan ditampilkan juga hasil baca data gas CO2 melalui fitur yang ada pada aplikasi My Cochar.

Strategi Implementasi yang dapat dilakukan terkait inovasi cochar dengan terintegrasi IoT (Internet of Things) ini yaitu sebagai berikut: 

  1. Sosialisasi; Sosialisasi dilakukan sebagai langkah awal untuk pengenalan dan edukasi proses pembuatan cochar serta penggunaan aplikasi dengan melibatkan perangkat desa untuk mempermudah dalam mengumpulkan masyarakat. 
  2. Uji Coba; Praktik secara langsung pembuatan cochar dan sistem IoT (Internet of  Things) yang terhubung dengan aplikasi My Cochar. 
  3. Implementasi dan Monitoring; Produksi dan penggunaan cochar secara masal serta launching aplikasi sebagai monitoring produk cochar. Melalui strategi implementasi diatasi diharapkan inovasi cochar yang terintegrasi IoT (Internet of  Things) dan terhubung dengan aplikasi My Cochar mampu menjadi produk diversifikasi kulit buah kakao yang bernilai ekonomis dan berkelanjutan serta sebagai optimasi sumber daya yang ada di Provinsi Lampung.

Penutup 

Penanganan perubahan iklim merupakan salah satu tujuan utama Sustainable Development Goals (SDGs). Dampak perubahan iklim dapat berupa pemanasan global dengan suhu udara yang ekstrim. Perubahan iklim disebabkan salah satunya oleh gas rumah kaca (GRK) terutama emisi CO2 baik dari industri maupun rumah tangga. Di sisi lain, Indonesia juga menghadapi masalah limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama di Provinsi Lampung yaitu berupa kulit buah kakao. Dampak penumpukan kulit buah kakao di lahan tentunya akan menghambat pertumbuhan tanaman kakao dan merusak lingkungan. Dalam upaya mengatasi kedua masalah tersebut, kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai briket dengan penambahan zeolit untuk optimasi menurunkan emisi CO2 pada bahan bakar briket cochar. Inovasi cochar juga diintegrasikan dengan sistem IoT (Internet of  Things) sebagai upaya meningkatkan efisiensi dalam kegiatan monitoring cochar. Solusi ini tentunya dapat memberikan manfaat dalam pencegahan bencana pemanasan global dan secara tidak langsung mendukung terwujudnya SDGs 2030.

____

Ditulis Oleh:

  1. Muhammad Agung Saputra (2114231008/2021) 
  2. Reni Widi Astuti (2114231045/2021)


0 comments:

Posting Komentar

Postingan Populer