PENDAHULUAN
Latar Belakang Permasalahan
Masalah korupsi hingga saat ini masih menjadi penyakit yang sulit
diberantas di Indonesia. Sejarah korupsi yang setua umur umat manusia,
menjadikan korupsi seakan sebagai budaya yang turun-temurun sejak dulu yang
tidak pernah terkikis oleh waktu. Hal ini dibuktikan dengan data kasus korupsi
yang kian masif dan meningkat pada Indonesia sekarang ini. Berdasarkan data
Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia mengalami jumlah peningkatan
kasus korupsi sebesar 8,63% di tahun 2022, yaitu dari 533 kasus menjadi 579
kasus. Sementara itu, dilansir dari databoks (databoks.katadata.co.id), terdapat
sebanyak 1.351 kasus tindak pidana korupsi yang telah ditangani oleh komisi
pemberantasan korupsi (KPK) mulai dari tahun 2004-2022.
Seluruh masyarakat di Indonesia tentunya tak bisa mengelak bahwa
korupsi memiliki sejumlah dampak yang amat merugikan baik bagi bangsa
maupun negara. Seperti yang dikemukakan oleh Hilsania (2020), korupsi dapat
menyebabkan dampak negatif bagi bidang ekonomi, seperti membengkakkan
keuangan negara, menghambat laju pertumbuhan dan pembangunan, dan
meningkatnya utang negara; sedangkan di bidang sosial, korupsi dapat
menyebabkan tingkat kemiskinan dan kriminalitas pada masyarakat meningkat;
dan berbagai dampak di bidang lainnya yang tak kalah merugikan. Maka dari itu,
diperlukan berbagai macam upaya baik itu upaya preventif, detektif, maupun
represif. Salah satu upaya yang dapat diperkuat dalam hal ini adalah upaya
preventif atau pencegahan terhadap tindak korupsi. Hal ini disebabkan karena
langkah preventif tak kalah penting, bahkan bisa lebih efektif, dalam memberantas
tindak korupsi daripada langkah represif. Salah satu langkah preventif ini, yaitu
dengan meningkatkan literasi antikorupsi dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) yang saat ini tengah berkembang pesat.
Beragam media digital, seperti halnya website, video/ audio digital,
periklanan, dan media sosial (YouTube, Instagram, TikTok, Twitter, dan lainnya)
dapat dimanfaatkan dan bahkan menjadi salah satu bagian penting dalam upaya
literasi dan sosialisasi terkait tindakan antikorupsi. Dalam beberapa tahun terakhir
saja, media sosial misalnya, telah menjadi sarana komunikasi dan interaksi yang
paling utama di kalangan masyarakat. Pada tahun 2023, data menunjukkan
pengguna sosial di Indonesia mencapai angka yang signifikan. Misalnya, pada
aplikasi TikTok terdapat sebanyak 113 juta pengguna, Twitter sebanyak 30 juta
pengguna, dan Instagram sebanyak 80 juta pengguna. Dari jumlah pengguna
sosial media yang sangat banyak tersebut, pemanfaatan media sosial, dan media
digital lainnya, akan sangat efektif dan potensial dalam menyebarkan literasi
antikorupsi, sehingga perlahan akan dapat mengikis budaya korupsi lalu
menumbuhkan budaya yang anti dengan korupsi. Di mana pada akhirnya hal
tersebut akan membantu mewujudkan generasi Indonesia yang antikorupsi dan
mendukung tercapainya Indonesia Emas 2045.